Prolog Majelis Ilmu Telulikuran Damar Kedhaton Edisi #85 – Februari 2024 “KEPEMIMPINAN”

 

Cuaca kehidupan kebangsaan kita sedang dipenuhi hiruk-pikuk dunia politik. Hal yang wajar, sebab kurang dari dua minggu lagi, lebih dari 200 juta warga negeri ini berkesempatan menentukan nasibnya melalui hajatan lima tahunan ; pemilu. Sekian menit waktu di bilik suara pada 14 Februari nanti, adalah momentum kritis bagi pemilik hak suara untuk menitipkan otoritas kepada sesiapa yang dikehendaki.

Karena sebagai rakyat kita sudah direpotkan dengan aneka urusan, maka untuk mengelola kebersamaan kehidupan sebagai sebuah bangsa, kita memerlukan pihak-pihak yang kepadanya kita titipi otoritas. Di sisi eksekutif, pucuk pimpinannya kita sebut presiden dan wakil presiden. Kita tugasi mereka memimpin seperangkat organisasi bernama pemerintah. Demi menjalankan tugasnya, kita bayari mereka lewat pajak.

Demikian halnya di sisi legislatif. Karena kita tak cukup waktu mengawasi sendiri, maka kita delegasikan kewenangan kita kepada para anggota DPR, DPD, maupun DPRD agar mereka mengawasi tugas pemerintah. Berikut beberapa tugas lain yang kita lekatkan pada mereka, menyusun aturan main kebersamaan kita, misalnya.

Presiden dan Wakil Presiden tentu tidak bekerja sendirian. Di bawahnya ada menteri, gubernur, walikota, lurah, kepala desa dan lain sebagainya. Termasuk juga di dalamnya lebih dari 4 juta ASN. Oleh karena mengorganisir sekian perangkat dan otoritas yang tidak kecil, maka Presiden dan Wakil Presiden yang sejatinya merupakan pesuruh kita itu, memerlukan kelengkapan kapasitas yang tak boleh sembarangan. Sederhananya, kita mengandaikan mereka adalah memang sosok yang memiliki jiwa atau karakter kepemimpinan.

Jika kita tengok khazanah budaya Jawa, kita dapati berbagai kearifan konsep kepemimpinan. Misalnya seperti yang pernah di-wedhar Ki Hajar Dewantara ; Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Atau juga wasita sinandhi yang serupa lagu dolanan Gundhul-Gundhul Pacul, misalnya.

Dari sumber mata air Qur’an, Mbah Nun pernah mengajak kita menghayati dialektika kandungan Al Hasyr ayat 22-23 ataupun An Naas ayat 1-3 sebagai bekal menyarikan metode kepemimpinan.

Sementara itu, pada bagian penutup sebuah Tajuk berjudul Kepemimpinan Hidup Warga Negeri Maiyah (17 Februari 2018) Mbah Nun berpesan:

Maka setiap dan semua warga Negeri Maiyah adalah kaum Muhajirin sepanjang hidupnya, sekaligus kaum Anshor sepanjang usianya. Kalau mereka warga Indonesia, maka mereka tidak numpang, bergantung dan minta tolong kepada Indonesia. Melainkan memiliki bekal ilmu dan pengalaman, serta kesanggupan dan keikhlasan, untuk menolong Indonesia. Meskipun sekadar urusan sedebu di kampungnya

Dulur, masih senafas dengan ikhtiar munajat penghaturan doa untuk kesempurnaan pemulihan kesehatan Mbah Nun, dan menata keikhlasan niat menolong Indonesia meskipun kadar peran kita seukuran debu, mari melingkar kembali untuk mengelaborasi kembali apa-apa yang perlu diugemi ihwal Kepemimpinan, di Majelis Ilmu Telulikuran Edisi ke-85 pada :

Jum’at, 2 Februari 2024

19.23 WIB

Pondok HUMANUNGGAL Dusun Kemuning, Desa Manunggal

Kedamean Gresik