Ada Paradoks di Lingkungan Kerja

    Sumber : https://images.app.goo.gl/gGQnvJgPaktYQpbM6

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan lainnya, baik dalam keluarga, bermasyarakat, maupun dalam lingkup tempat kerja.

Lingkungan kerja adalah salah satu tempat untuk mengimplementasikan teori-teori sosial tersebut. Banyak hal yang saling bersinggungan satu dengan lainnya. Dalam hal ini adanya kepemimpinan seorang leader dan yang dipimpin keduanya memiliki hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan kapasitasnya. Akan tetapi, tak sedikit kita jumpai paradoks dalam segala hal.

Salah satunya ialah ungkapan “Mari kita kompak dan bersama-sama menyatukan langkah agar tercapai sebuah tujuan bersama!”. Kenyataannya kalimat tersebut sangat mudah diucapkan akan tetapi pelaksanaannya sangatlah sulit. Sebab banyaknya paradoks misalnya adanya kubu yang hanya ingin cari muka, dengan berpura-pura menjalankan perintah akan tetap mencari keuntungan dari itu semua. Berbeda dengan kubu yang lain, yang selalu dijelek-jelekkan karena tidak dalam golongan kubunya. Ada perlakuan privilege bagi yang selalu mencari muka, sedangkan yang serius bekerja namun tidak tampak, kurang adanya perhatian bahkan dianggap tidak ada.

Sebagai bagian dari pejalan Maiyah, bagaimana melihat fenomena ini? Ya maklumi saja. Anggap hal tersebut wajar terjadi mengingat hanya mengejar kepentingan sesaat yang menjadi landasannya. Sedangakan pejalan Maiyah berpegang pada pesan Al Qur’an Surat Al Qoshosh ayat 7 :

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Dan juga pesan Simbah dalam Hard Reset Peradaban :

Jamaah Maiyah berjalan melewati hutan rimba jahiliyah, belajar tidak basah oleh hujan deras “dholuman jahula”. Ketika terjadi gegap gempita “tahsabuhum jami’an wa qulubuhum syatta” — Jamaah Maiyah menyaksikan dari wilayah sunyi. Tidak kaget atas temanya, karena sudah membuka lembar-lembar sejarah itu jauh sebelumnya.”

 

Syuhada Nasrulloh

JM Damar Kedhaton tinggal di Bungah