Teruslah Melingkar, Teruslah Belajar

Teruslah Melingkar, Teruslah Belajar

(Tulisan menyambut Milad Damar Kedhaton yang kelima)

 

Di buku Islam dan Keindonesiaan, kawannya Simbah yang sama-sama berasal dari Jombang, (alm) Dr. Nurcholis Madjid pernah menengarai, “Umat Islam di Indonesia itu (seperti) orang-orang yang minder.” Padahal kita mayoritas, tapi tampilannya kita seperti orang yang tak percaya diri.

Dan ini bisa tercermin dari perilakunya sehingga sebagian umat, terutama yang hidup di kota sering cenderung menampilkan “wajah” keras oknum-oknum umat nuansanya bisa dikategorikan intoleran atau minimal malah menyudutkan umat Islam secara keseluruhan.

Simbah sendiri dalam suatu forum pernah ngendikan, bahwa bukan setelah dunia, terus kemudian akhirat (dunia dan akhirat seperti sesuatu yang terpisah). Tapi, dunia ini adalah bagian dari akhirat.

Maka pas banget, jika milad kali ini dulur-dulur Damar Kedhaton mengambil tema, Sinau: Pinter Ndunya, Pinter Akhirat. Karena ini sangat relevan dengan kondisi kekinian.

Saya sendiri, mohon maaf sampai saat ini masih belum punya kesempatan untuk silaturahmi paling tidak biar bisa ngopi bareng, karena kesibukan, meskipun saya ingin sekali hadir. Untuk itu saya ingin mengucapkan “Selamat Milad!” Sekaligus mendoakan mudah-mudahan kita semua tetap bisa istiqomah menanam dan merawat benih-benih kebaikan. Dan bisa terus melingkar dan menjaga keberlangsungan lingkaran, karena bagaimana pun ini amanah dari guru kita.

Karena dengan melingkar insya Allah energi yang kita miliki bisa kita sinergikan untuk menghasilkan maslahat. Sebagaimana bentuk roda yang juga berupa lingkaran, ditemukannya teknologi roda atau ketika manusia mendapat ilham sehingga dibuatlah produk teknologi yang disebut dengan roda, tidak bisa dihitung berapa beban yang sudah bisa diangkut atau dibawa dengan mudah. Semua itu karena lingkaran yang disebut dengan roda.

Dan tidak ada bentuk geometri yang paling kuat dibandingkan dengan lingkaran. Karena itu sumur pun dibuat bulat atau seperti lingkaran. Karena potensi  untuk ambruk lebih kecil.

Dan mungkin karena itu filosofi melingkar diinisiasi Simbah beberapa tahun lalu dalam satu kesempatan Maiyahan di Mocopat Syafaat, ketika semua yang hadir diminta membentuk lingkaran-lingkaran kecil untuk kemudian diajak berdzikir bersama ketika itu.

Gerakan orang tawaf pun juga memutar membentuk lingkaran. Dan apapun gerakan melingkar yang konsisten itu bisa menghasilkan induksi energi yang besar dan punya nilai manfaat yang banyak. Itulah fenomena terjadinya listrik.

Merujuk pada yang kata yang disebut dalam mukadimah, bahwa hidup mesti sejahtera (baca: tak sekedar makmur). Ini cara pandang yang lebih presisi, sebab jika hanya kemakmuran yang dikejar ini hanya urusan jasad atau materi. Beda jika kesejahteraan yang ingin digapai, ini tidak hanya aspek lahir tapi juga melibatkan aspek batin. Jika tidak, maka kemajuan yang diraih bisa seperti yang terjadi di negara-negara barat di mana kemaksiatan juga maju pesat bahkan merajalela. Mereka makmur hidupnya, iya, tapi belum bisa disebut mereka sejahtera, atau jauh untuk bisa batinnya juga ayem.

Dan kembali ke tema sentral khususnya terkait ‘juga pinter untuk urusan dunia’, diakui atau tidak ini PR kita bersama, PR umat Islam di Indonesia, dan khususnya PR dulur-dulur Maiyah.

Sebab jika hidup adalah perjuangan, dalam setiap perjuangan aspek yang tidak boleh dikesampingkan adalah urusan logistik.

Dan melihat fakta kekinian, dari 100 pengusaha terbesar di Indonesia ada berapa banyak perwakilan dari umat Islam?

Kenapa ekonomi bisa dikuasai oleh mereka yang non muslim wabil khusus dikuasai oleh warga keturunan? Tentu ada sesuatu yang mesti kita renungkan dan ini bagian dari ranah perjuangan untuk mengangkat harkat dan martabat umat.

Bukan dengan menebar iri dan dengki. Kalau ini, apa susahnya.

Tapi bagaimana menata diri, atau minimal menyiapkan generasi mendatang umat agar lebih siap dalam memenangkan pergulatan ekonomi, agar syi’ar menyebar kebaikan bisa terus dilakukan.

Di situ poin-poin yang mesti digali. Untuk pinter itu apa saja yang mesti kita pelajari dan kita asah. Dan di sinilah urgensinya kita tetap melingkar untuk merumuskan keadaan dan memikirkan  solusi-solusi kreatif yang konstruktif.

 

Achmad Rifai

Jamaah Maiyah berasal dari Pasuruan. Aktif di berbagai forum Maiyahan