Ada banyak term yang bagi kita mudah diucapkan, akan tetapi sulit diterapkan dalam kehidupan nyata. Salah satunya adalah “istiqomah.” Seolah berdiri di atas sebuah ekspektasi, “istiqomah” kerap menjadi jargon moral yang diucapkan di setiap seminar, diskusi, bahkan nasihat harian.
Tetapi, bagaimana dengan aplikasinya? Sulit dan rumit. Istiqomah ini sejatinya sejalan dengan filosofi mbah leluhur kita dalam budaya Jawa, yang erat kaitannya dengan ajeg-jejeg. “Ajeg-jejeg” dengan “istiqomah” memiliki makna yang mirip, namun dengan nuansa yang berbeda.
Hematnya, ajeg-jejeg adalah sebuah istilah dalam budaya dan filosofi Jawa yang menggambarkan kondisi tetap stabil, tidak berubah, serta teguh dan tidak goyah dalam menghadapi berbagai situasi kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, istiqomah merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sering digunakan dalam konteks Islam ; bermakna tetap teguh pada jalan yang benar serta konsisten dalam menjaga iman dan takwa.
Ajeg-jejeg dan istiqomah sama-sama menekankan pentingnya keteguhan dan konsistensi, mengajarkan untuk tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif, serta mendorong individu tetap stabil dan fokus pada tujuan.
Namun, keduanya memiliki perbedaan pada konteks dan nuansa. Di mana Ajeg-jejeg konteksnya lebih umum dalam hal budaya dengan fokus pada stabilitas dan konsistensi yang bersifat luwes. Sedangkan istiqomah lebih religius dengan fokus pada keteguhan iman.
Ajeg-jejeg bicara soal stabilitas dan konsistensi, sementara istiqomah lebih pada keteguhan dan keberanian dalam menjaga sikap untuk memperjuangkan kebenaran. Keduanya saling terhubung dengan makna tatag.
Tatag adalah sikap mental yang stabil yang dibarengi dengan rasa penuh kepercayaan diri. Di mana seseorang berani tampil, menjadi teladan, pionir, dan bertanggung jawab. Keberanian ini tidak muncul begitu saja, melainkan melalui proses introspeksi diri. Seperti aktivitas pembacaan mendalam terhadap batasan diri dengan perhitungan, serta pemikiran yang matang.
Ketiganya adalah fondasi yang saling menopang, dan berjalan beriringan. Jika ketiganya kita pegang sebagai prinsip dalam menjalani kehidupan, maka dapat membuat hidup kita makin tertata; tidak ngawur.
Prinsip dasar istiqomah ini menjadi bahan diskusi yang menarik bagi kita. Sekaligus sebagai ruang untuk merenung dan membaca ulang apa yang seringkali luput dari perbuatan kita sehari-hari.
Bahwa, diperlukan sebuah kesadaran untuk memahami sebelum bertindak, termasuk mengenali definisi kata sebelum melakukan aksi nyata.
Sebab hanya dengan begitu, istilah-istilah luhur seperti “istiqomah” atau “ajeg-jejeg” tidak lagi sekadar sebagai hiasan bahasa, tetapi benar-benar menjadi jalan hidup yang kita pegang teguh; secara sadar, dan paham makna yang terkandung di dalamnya.
Mari kita berbareng sinau, memaknai bersama, dengan landasan spirit memperjuangkan nilai-nilai Maiyah dalam Majelis Ilmu Telulikuran Damar Kedhaton edisi ke-97 dengan tema “Tatag, Ajeg, Jejeg”, yang akan berlangsung pada:
Hari/Tanggal : Rabu, 22 Januari 2025
Waktu : 19.23 WIB
Tempat: Rumah Cak Chabib Perumahan GKR
Jln. Pesona 6 No.2 Desa Kisik Kec.Bungah