Rembesan Jama’ah di Sayyidul Ayyam

https://images.app.goo.gl/1g2CKbHtXGL3q3m26

Rembesan Jama’ah di Sayyidul Ayyam

Hari jum’at, seminggu setelah tulisan tentang jum’at keramat terbit, saya melihat gerak jama’ah yang antusias menuju masjid guna menunaikan sholat jum’at, meskipun dua hari sebelumnya telah beredar maklumat tentang peniadaan sholat jum’at dari pemerintah, ormas islam hingga disusul putusan pengurus masjid tiap daerah.

Beragam bentuk tindakan dari masjid tentang maklumat tersebut. Ada masjid yang meniadakan sholat jum’at dan diganti dengan anjuran sholat dhuhur di rumah masing-masing, ada yang mengadakan sholat jum’at dengan syarat menjalani protokoler kesehatan, ada yang mengadakan sholat jum’at tetapi khusus untuk jama’ah masjid setempat, tidak boleh ada orang luar.

Kebetulan saya bekerja di daerah Lontar. Waktu itu saya memang berniat untuk sholat jum’at. Saya berkeliling untuk mencari masjid yang masih mengadakan sholat jum’at. Masjid Baitul Muttaqin menjadi tempat tujuan. Masjid yang berlatar belakang Nahdlatul ‘Ulama. Di jum’at sebelumnya saya juga menunaikan sholat jum’at di situ.

Masjid tersebut tetap menghormati keputusan surat maklumat. Namun dengan menjalankan protokoler kesehatan. Menyediakan hand sanitizer, setiap shaf jarak antar jamaah satu meter, serta dijaga oleh pengurus masjid yang selalu waspada.

Jamaah sangat antusias. Mulai dari penduduk setempat, anak sekolah, remaja, buruh, tukang ojol, pedagang kaki lima, orang proyek, dan lain sebagainya, turut berdatangan mengikuti sholat jum’at.

Mungkin sebagian orang tidak tega melihat masjid yang menjadi benteng terakhir ummat malah dianaktirikan. Sebagian jama’ah urun pikiran. Tidak menerima info mentah. Orang Islam banyak akal. Al Qur’an sebagai kitab sucinya menjadi landasan dalam menjalani kehidupan dengan presisi. Sebagai protokoler beragama guna membentuk islam rahmatan lil ‘alamin.

Setiap hari orang sibuk dengan stimulus imun, mengapa tidak “iman”?

Iman sebagai pondasi dasar. Benih yang terus disirami dan dirawat. Setiap manusia mempunyai iman namun jarang sekali yang mempedulikannya. Padahal untuk dirinya sendiri sebagai buah tangan di hadapan Ilahi Rabbi.

Sholat jum’at sebagai syiar terbesar agama islam, menjadi catatan sejarah di masa itu. Sholat jum’at dianggap sebagai muktamar mingguan, “mu’tammar usbu’iy” yang mempunyai nilai kemasyarakatan sangat tinggi. Karena pada hari jum’at inilah umat muslim dalam satu daerah tertentu dipertemukan.

Mereka dapat saling berjumpa, bersilaturrahim, bertegur sapa, saling menjalin keakraban. Dalam kehidupan desa, jum’atan dapat dijadikan sebagai wahana anjangsana. Mereka yang mukim di daerah barat bisa bertemu dengan kelompok timur dan sebagainya.

Semoga kita masih dipertemukan dengan hari jum’at dalam keadaan sehat dhohir dan batin.

“Tedjo” Andreanto

JM Damar Kedhaton tinggal di Driyorejo, Gresik.